Jateng  

Jalan Rusak Jepara-Perbatasan Pati, PLTU Tanjung Jati dan Lancarnya Infrastruktur Penghubung yang Tak Kunjung Pasti

ILUSTRASI kerusakan jalan di Jepara. (Foto:Ist)
ILUSTRASI kerusakan jalan di Jepara. (Foto:Ist)

HALO JEPARA- Jalan rusak Jepara-perbatasan Pati, yang menghubungkan dua kabupaten di Jawa Tengah, menjadi salah satu wajah tragis dalam dunia infrastruktur. Jalan rusak parah yang terjadi secara bertahun-tahun menjadikannya seakan proyek abadi yang seakan tak kunjung terselesaikan.

Bahkan saat musim penghujan kondisinya lebih memprihatinkan. Tiap kali air hujan turun, jalan berlubang, retakan panjang, dan berlumpur seolah menjadi medan ujian bagi pengendara yang melintasinya. Video viral beberapa hari lalu yang menggambarkan jalan rusak membuat pengendara motor celaka bisa menjadi bukti jika infrastruktur penghubung Jepara-Pati itu memang tak ramah untuk pengguna jalan.

Realitas memperpanjang derita warga yang setiap harinya mengandalkan jalan ini. Kerusakan jalan ini sebagai cerminan buruk dari pengelolaan infrastruktur jalan provinsi yang perlu mendapatkan perhatian lebih serius.

Di satu sisi, kerusakan yang berlangsung lama ini mengungkapkan adanya masalah mendalam dalam perencanaan, anggaran, dan penyelesaian pemeliharaan yang tidak berkelanjutan. Berdasarkan analisis pola penganggaran dan perencanaan, jalan raya Jepara-Pati dimungkinkan terjadi ketidaksesuaian antara kebutuhan riil dan alokasi dana yang ada.

Sebagai jalan provinsi, seharusnya jalan ini mendapatkan perhatian yang memadai dari pemerintah daerah dan provinsi, mengingat fungsinya yang vital bagi kelancaran mobilitas barang dan orang antar wilayah. Namun, perencanaan yang tidak didukung oleh studi kelayakan yang matang dan alokasi anggaran yang tidak konsisten menyebabkan proyek ini cenderung dilaksanakan secara sporadis dan tidak menyeluruh.

LIHAT JUGA :  Fadli Zon Komitmen Lindungi Cagar Budaya Bawah Air, Kementerian Kebudayaan Genjot Kompetensi SDM Pelestarian CBBA

Dalam banyak kasus, anggaran yang dialokasikan untuk pemeliharaan jalan ini seringkali tidak cukup untuk menutupi kerusakan yang terjadi akibat beban lalu lintas yang tinggi dan kondisi cuaca yang ekstrem. Penundaan pemeliharaan atau perbaikan yang hanya bersifat sementara menjadikan jalan ini kembali rusak dalam waktu singkat, menciptakan kesan bahwa proyek perbaikan menjadi “proyek abadi” yang tak kunjung selesai.

Jika kita melihat pola penganggaran yang ada, dapat terlihat adanya kecenderungan ketidakteraturan dalam penyaluran dana pemeliharaan jalan ini. Setiap tahun, anggaran untuk perbaikan jalan raya Jepara-Pati seakan tidak pernah cukup untuk mengatasi kerusakan yang ada. Proses perencanaan anggaran yang kurang terintegrasi dengan kebutuhan di lapangan, serta ketidakmampuan untuk menyesuaikan anggaran dengan tingkat kerusakan, membuat jalan ini terus-menerus berada dalam kondisi memprihatinkan.

Salah satu aspek yang mencolok adalah pendekatan pemeliharaan yang hanya bersifat sementara dan tidak menyeluruh. Perbaikan jalan yang dilakukan umumnya bersifat tambal sulam, yang hanya mengatasi kerusakan di sebagian kecil bagian jalan. Teknik ini tidak efektif dalam jangka panjang, karena kerusakan kembali muncul dengan cepat, terutama setelah musim hujan.

LIHAT JUGA :  ALASAN Tradisi Sunat Perempuan Harus Dihapuskan, LKK PWNU Jateng Gelar Sosialisasi di Jepara

Penyelesaian pemeliharaan yang tidak tuntas ini juga mencerminkan kurangnya pengawasan dan evaluasi terhadap kualitas pekerjaan yang dilakukan. Sering kali, pekerjaan pemeliharaan tidak mengikuti standar yang memadai, sehingga kualitas jalan yang dihasilkan tidak dapat bertahan lama.

Jalan rusak di Jepara mulai dari Mambak Mlonggo hingga Kelet di Kabupaten Jepara, setidaknya telah menjadi masalah kronis yang memengaruhi mobilitas dan keselamatan pengendara. Selain faktor cuaca dan kendaraan over dimensi over load (ODOL), aktivitas perusahaan galian C dan truk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati B dapat dipandang turut berkontribusi signifikan terhadap kerusakan jalan tersebut.

PLTU Tanjung Jati B, yang beroperasi di wilayah Jepara, juga menjadi faktor penyebab kerusakan jalan. Kendaraan bertonase besar, termasuk truk pengangkut limbah dan material, sering melintasi Jalan Mlonggo-Kelet. Aktivitas ini menambah beban pada struktur jalan, menyebabkan kerusakan yang lebih cepat dan memperburuk kondisi jalan yang sudah buruk.

Pihak PLTU Tanjung Jati B diharapkan dapat berkontribusi dalam pemeliharaan dan perbaikan jalan yang dilalui kendaraan operasional mereka. Idealnya, karena PLTU Tanjung Jati B merupakan obyek vital nasional, maka mestinya akses jalan dari dan menuju kawasan tersebut juga mengikuti status tersebut.

LIHAT JUGA :  Pelabuhan, Kalingga Industrial Zone dan Mimpi Jepara Jadi Kota Ekspor Berbasis Maritim

Kerusakan Jalan Mlonggo-Kelet jelas disebabkan oleh kombinasi faktor, termasuk aktivitas perusahaan galian C, truk operasional PLTU Tanjung Jati B, dan truk ODOL. Diperlukan kerjasama antara pemerintah, perusahaan terkait, dan masyarakat untuk melakukan perbaikan menyeluruh dan berkelanjutan.

Penerapan teknologi perbaikan jalan yang lebih efektif dan pemeliharaan rutin yang konsisten menjadi kunci dalam mengatasi masalah ini.

Solusi: Perencanaan dan Penganggaran yang Komprehensif

Untuk mengatasi permasalahan ini, dibutuhkan perubahan signifikan dalam perencanaan dan penganggaran jalan provinsi. Pendekatan pemeliharaan harus diubah menjadi lebih berkelanjutan, yaitu memperhatikan kualitas pekerjaan dan menggunakan bahan yang lebih tahan lama. Pengawasan yang ketat dan evaluasi pasca-perbaikan juga penting untuk memastikan bahwa proyek pemeliharaan benar-benar dapat memberikan manfaat jangka panjang.

Infrastruktur yang rusak bukan hanya sekadar masalah teknis, melainkan cermin dari tanggung jawab bersama. Ketika kita bekerjasama untuk memperbaiki jalan yang terabaikan, kita juga membangun masa depan yang lebih baik, lebih aman, dan lebih terhubung. Setiap langkah perbaikan adalah langkah menuju kemajuan, dan setiap kontribusi kecil akan membawa dampak besar bagi kesejahteraan bersama.

Dr. Muh Khamdan, Pembina Paradigma Institute