HALOJEPARA.ID – DPC GMNI kota Semarang bersama Kesbangpol Jawa Tengah menggelar diskusi bertajuk “Kajian Strategik Pengembangan Demokrasi Daerah dan Partisipasi Generasi Muda Dalam Pilkada Serentak 2024”, Sabtu (27/7). FGD tersebut tak hanya membahas sejarah demokrasi, lalu kondisi demokrasi hari ini, namun juga membeber tantangan pemuda saat gawe Pilkada Serentak 2024.
Ketua DPC GMNI kota Semarang, Liona mengatakan jika Pilkada Serentak 2024 merupakan pemilihan serentak pertama bagi kalangan anak muda. Tentu saja karena perdana banyak tantangan yang harus disikapi mulai dari fenomena masifnya penggiringan opini yang justru kerap berkebalikan dengan fakta, hingga maraknya money politic (politik uang) yang seiring waktu seakan dianggap lumrah di tengah masyarakat.
“Berbagai hal itu jika terus dibiarkan akan menggerogoti dan bahkan dapat merubah sistem demokrasi yang dianut di Indonesia,” kata Liona.
Ketua Kesbangpol Jateng yang diwakili Sub Koordinator Pemilu dan Politik Rahmat mengapresiasi upaya yang dilakukan DPC GMNI kota Semarang. Menurutnya Kesbangpol Jateng akan membuka pintu lebar-lebar untuk organisasi seperti GMNI Kota Semarang yang memang concern membangun demokrasi di Indonesia.
“Pilkada Serentak 2024 butuh partisipasi pemuda untuk membangun kualitas demokrasi yang lebih baik,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris DPD PA GMNI Jawa Tengah Bung Iwan membedah sistem demokrasi yang berjalan di Indonesia dari tahun ke tahun, sejak awal republik ini berdiri hingga pasca reformasi.
Ia juga menyinggung soal Peristiwa Kudatuli yang menjadi konfigurasi awal perubahan bentuk politik Indonesia. Sebab seiring peristiwa itu, muncul banyak ide, metode, gagasan hingga gerak dalam menghadapi situasi politik yang terus berkembang.
Ia juga membeber situasi partai politik hari ini yang dihadapkan situasi kebingungan.
“Partai politik hari ini pusing. Sebab perpolitikan kini serba transaksional dan itu sangat memprihatikan karena menggerus demokrasi yang selama ini kita perjuangkan dan jaga eksistensinya,” sesalnya.
Akademisi Universitas Paramadina, Erik Ardiyanto menyoroti faktor-faktor yang bisa menyebabkan sistem demokrasi bisa mati. Menurutnya, hal itu bisa terjadi jika terjadi kudeta militer dan adanya pembajakan sistem demokrasi lantaran sangat kuatnya peran eksekutif ataupun legislatif.
Sedang narasumber lain Presiden Mahasiswa UNNES, Sajiwo membahas kondisi pemuda hari ini. Menurutnya, pemuda dihadapkan dengan masalah yang sangat komplet mulai dari biaya pendidikan yang tinggi, gaya hidup hedonisme hingga perubahan paradigma berpikir yang berorientasi pada pragmatisme.
Kondisi itu diperparah dengan kejenuhan terhadap figur-figur politik dan rendahnya kesadaran politik di tengah masyarakat.
“Pemuda harus mengambil peran untuk mengembalikan alur demokrasi agar berjalan sesuai track record. Ini panggilan sejarah dan tantangan zaman yang harus dijawab,” tandasnya.