BMT dan UMKM, Duet Pemberdayaan Desa Menjadi Mall Terbuka bagi Rakyat

BMT dan UMKM, Duet Pemberdayaan Desa Menjadi Mall Terbuka bagi Rakyat (FOTO IST - Ilustrasi Pasar Rakyat)
BMT dan UMKM, Duet Pemberdayaan Desa Menjadi Mall Terbuka bagi Rakyat (FOTO IST - Ilustrasi Pasar Rakyat)

HALO JEPARA– Jepara, kota yang dikenal dengan ukiran kayu dan semangat wirausaha masyarakatnya, menyimpan potensi luar biasa dalam sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Namun, potensi ini belum sepenuhnya tergarap optimal.

Tidak adanya mall di Jepara bukanlah hambatan, justru menjadi peluang untuk menjadikan kota ini sebagai “panggung terbuka” bagi ekonomi rakyat.

Pemberdayaan UMKM harus berangkat dari pendekatan kultural yang dekat dengan masyarakat, bukan sekadar pendekatan institusional.

Salah satu pendekatan efektif untuk menggerakkan UMKM adalah melalui penyelenggaraan pesta rakyat berbasis desa. Dalam konteks ini, pesta rakyat dimaknai bukan hanya sebagai perayaan budaya, melainkan sebagai strategi penguatan ekonomi berbasis komunitas.

Konsep ini dapat dikemas dalam empat pilar utama: pasar, pawai, panen, dan panggung. Keempat elemen ini tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga pengungkit ekonomi lokal.

Pilar pertama adalah pasar, yang menjadi arena langsung interaksi antara pelaku UMKM dan konsumen. Pasar UMKM dadakan yang digelar setiap akhir pekan atau malam tertentu di desa-desa akan mendorong keterjangkauan produk lokal oleh masyarakat sekitar.

Hal ini menciptakan rantai pasok pendek dan mendorong sirkulasi ekonomi lokal yang lebih cepat dan inklusif.

Pasar semacam ini juga berfungsi sebagai media promosi alami bagi UMKM. Produk kerajinan, kuliner, hasil panen lokal, hingga jasa bisa dipasarkan langsung ke konsumen tanpa perantara.

Ini memberi ruang bagi pelaku UMKM untuk mendapatkan masukan langsung dari pembeli, sekaligus mengedukasi masyarakat tentang keberagaman potensi desa.

Pilar kedua adalah pawai, yang dikemas sebagai bentuk parade hasil bumi dan produk UMKM. Pawai ini bisa menjadi sarana edukasi publik yang atraktif, sekaligus mempromosikan keberhasilan kelompok tani, perajin, dan wirausahawan muda desa.

Bahkan, pawai ini dapat digandeng dengan tradisi lokal seperti sedekah bumi atau perayaan panen raya, menjadikannya karnaval ekonomi budaya.

Pilar ketiga adalah panen, yang berfungsi sebagai momentum selebrasi hasil pertanian dan ketahanan pangan desa. Produk pertanian yang selama ini hanya berputar dalam pasar konvensional bisa mendapat panggung baru lewat kemasan festival panen.

Petani pun mendapatkan kesempatan untuk menjual langsung produknya secara segar, tanpa tekanan harga dari tengkulak.

Pilar keempat adalah panggung, sebagai ruang ekspresi rakyat. Tidak hanya menjadi panggung hiburan rakyat, namun juga sebagai arena penghargaan dan apresiasi.

Lomba inovasi UMKM, penghargaan petani terbaik, pelaku usaha muda inspiratif, hingga lomba kuliner desa dapat dikemas di panggung ini untuk meningkatkan motivasi dan kebanggaan sosial.

Dalam teori festival ekonomi lokal, aktivitas seperti ini bukan hanya memberi efek ekonomi jangka pendek, tetapi juga memperkuat jejaring sosial dan identitas komunitas. UMKM tidak lagi menjadi sekadar aktor ekonomi, tetapi juga bagian dari struktur sosial dan budaya desa. Ini memperkuat kohesi sosial dan memperluas kolaborasi ekonomi.

Namun, penguatan UMKM desa tak bisa lepas dari pentingnya literasi keuangan. Banyak pelaku usaha mikro yang belum mengakses layanan keuangan formal karena keterbatasan pengetahuan dan rasa percaya terhadap institusi keuangan.

Di sinilah peran Baitul Maal wat Tamwil (BMT) menjadi sangat strategis sebagai jembatan inklusi keuangan berbasis komunitas.

BMT yang berakar dari masyarakat mampu menawarkan model pembiayaan syariah yang lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan UMKM desa. Tidak hanya menawarkan pinjaman, BMT juga berfungsi sebagai mitra edukasi keuangan.

Literasi keuangan menjadi bagian dari program pembiayaan agar UMKM tidak sekadar bertahan, tetapi berkembang secara sehat dan berkelanjutan.

Model pembiayaan BMT yang dikaitkan dengan pesta rakyat ini bisa diformulasikan dalam bentuk pembiayaan klaster. Misalnya, pelaku usaha kuliner desa yang ikut dalam pasar mingguan bisa memperoleh pembiayaan usaha kecil dengan skema gotong royong, sementara kelompok petani yang mengisi panggung panen bisa memperoleh dana talangan hasil tani dengan mitra BMT yang memahami pola tanam mereka.

Selain itu, BMT bisa menjadi perantara untuk menghubungkan UMKM dengan akses pembiayaan perbankan nasional melalui skema kemitraan. Kolaborasi antara BMT dan perbankan akan memperluas kapasitas keuangan UMKM tanpa kehilangan jati diri lokal mereka.

Dengan kepercayaan yang dibangun dari bawah, akses ke pembiayaan besar akan menjadi lebih lancar.

Jepara memiliki potensi luar biasa jika dapat mengintegrasikan festival ekonomi rakyat dengan literasi keuangan dan sistem pembiayaan berbasis komunitas. Tidak perlu menunggu kehadiran mall atau bioskop untuk memajukan ekonomi, karena dengan pasar, pawai, panen, dan panggung, setiap desa bisa menjadi pusat ekonomi baru yang hidup, dinamis, dan membanggakan.

Sudah saatnya Jepara menjadi laboratorium ekonomi rakyat Indonesia. Dengan semangat gotong royong, pendekatan budaya, dan dukungan keuangan yang inklusif dari BMT, UMKM tidak hanya tumbuh sebagai pelengkap ekonomi, tetapi menjadi pilar utama kemandirian desa.

Festival rakyat bukan sekadar seremonial, tetapi jalan baru menuju kesejahteraan bersama.

Noor Mushoffa Afifi, Lulusan S1 Pemikiran Politik Islam IAIN Kudus;
Account officer (AO) BMT USA Jepara cabang Nalumsari

Exit mobile version