Oleh Dr. Muh Khamdan*
HALO JEPARA – Peristiwa politik jelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) beberapa hari terakhir, selain menimbulkan keterkejutan juga mendorong rasa penasaran sebagian masyarakat.
Pertanyaan yang muncul, ke arah manakah rekomendasi dukungan akan diberikan oleh pengurus pusat masing-masing partai kepada para calon kontestan?
Wajah partai di mata masyarakat bisa jadi akan berubah pesimis. Pesimisme itu amat beralasan mengingat jelang pendaftaran calon bupati dan wakil bupati Jepara misalnya, nama-nama bakal pasangan calon belum sepenuhnya fix dan final.
Kerjasama lintas partai yang kemudian disebut kerjasama tujuh partai misalnya belum semuanya keluar surat rekomendasi.
Ketujuh partai itu sepakat mengusung Witiarso Utomo sebagai bakal calon bupati pada Pilkada 2024. Tercatat, pada Rabu (14/8) malam PAN, Gerindra yang menjatuhkan rekomendasi untuk Witiarso Utomo. Lalu disusul Kamis (15/8) sore Partai Demokrat merilis rekomendasi. Sehingga masih ada empat partai lainnya yang belum keluar rekomendasinya.
Sedangkan Nasdem seolah muncul kegamangan, disusul “badai politik” Golkar dengan mundurnya ketua umum. PKS juga belum sepenuhnya jelas karena hingga kini belum keluar rekomendasinya.
Tak hanya itu, PDIP juga sama. Partai pemenang Pileg 2024 di Jepara yakni PPP juga tak bisa dipandang sebelah mata. Hingga kini, Partai Kakbah juga belum keluar rekomendasinya. Masih ada PKB yang juga sama, belum terbit rekomendasi bakal mengusung siapa di Pilkada Jepara 2024.
Kerisauan di masyarakat dapat dimaklumi terlebih seiring munculnya fenomena Syaiful Anam atau populer dengan nama Karewox. Kerisauan itu berkaitan dengan langkah politik sosok yang sudah puluhan tahun tinggal di Jakarta namun tiba-tiba “turun gunung” ke Jepara untuk “mengobrak-abrik” rekomendasi.
Karewox dengan tagline “Jepara Tidak Sedang Baik-Baik Saja”, sontak mengagetkan. Pemerintah Jepara melalui aparatnya secara reaktif langsung mencopoti spanduk dan banner di sejumlah wilayah karena dianggap provokatif. Seolah ada kekuatan yang menakutkan dari isi pesan banner Karewox, maka secara teatrikal diperlakukan dengan tidak berimbang dibanding banner dan spanduk calon-calon lainnya.
Meskipun selang beberapa hari kemudian, Karewox memasang lagi banner dan spanduknya dengan tagline yang berubah “Siap Ber-amar Makruf Nahi Munkar Untuk Jepara”.
Kehadiran Karewox yang dikenal sebagai invisible hands memang patut dikhawatirkan. Bukan faktor kebetulan juga jika belakangan, beredar foto Karewox dengan sejumlah petinggi Gerindra dan diiringi pose dengan sejumlah politisi Nasdem.
Justru di sinilah permasalahannya. Bidak politik Pilbup adalah DPC atau kepengurusan di level kabupaten, sedangkan pemain utamanya adalah DPP atau kepengurusan di Jakarta.
Melihat foto-foto kedekatan Karewox dengan para petinggi partai, bisa menjadi pertanda mulai bergesernya pendulum kekuasaan atau arah rekomendasi pencalonan. Buktinya, Nasdem tiba-tiba menekan Wiwit dengan memberi batas waktu 13 Agustus untuk menetapkan pasangannya. Tentu tidak mudah memutuskan karena masing-masing partai tersandera.
Mekanisme demokrasi ala kontrak politik partai justru menyimpan potensi efek domino. Masyarakat tidak punya pilihan terbaik kecuali hanya pasrah dengan selera penguasa partai. Seburuk apapun calon manakala mendapatkan rekomendasi parpol, itulah calon yang tersedia untuk dipilih.
Wiwit dengan keyakinan dan komunikasi yang sudah dibangun sejak lama, bisa jadi dengan lancar akan berlayar dengan Ibnu Hajar. Alhasil, kerjasama lintas partai bisa benar-benar terwujud meski dengan formasi baru, yaitu keluarnya PDIP dan Nasdem.
Sebaliknya, PKB yang sudah sejak awal seolah ditinggalkan oleh tujuh partai tetap konsisten mengusung KH. Nuruddin Amin atau Gus Nung.
Persoalannya, kekuatan partai yang tersisa adalah PDIP dan Nasdem. Turbulensi politik dari ibukota, setidaknya bisa dimainkan oleh Karewox maupun PDIP dengan mengkonsolidasi kekuatan yang ada.
Simulasi itu adalah memainkan duet Dian Kristiandi dan Gus Nung. Dalam perspektif itu, mudah-mudahan rekomendasi pencalonan Pilkada di Jepara tetap menghadirkan kontestasi sehat dua pasang atau tiga pasang, bukan melawan kotak kosong.
Maka, dengan segala halusinasi dan keterkejutan sekaligus situasi yang tidak menentu, duet antara Wiwit-Hajar bisa jadi akan berjumpa dengan koalisi PKB dan PDIP.
Peran Karewox dalam kontestasi Pilkada di Jepara sudah muncul, dan bisa jadi membuat peta pencalonan berubah pada injury time. Sebagai masyarakat pemilih, hal yang penting adalah menikmati dengan penuh riang gembira karena Pilkada itu enak dan mengenakkan.
Perlu diingat, politik adalah ketidakpastian sehingga bisa jadi pasangan ke depan adalah Gus Nung – Karewox yang berduel dengan Wiwit-Hajar. (*)
*Pembina Paradigma Institute, Pengamat Politik Tinggal di Jepara