HALO JEPARA- Terpilihnya Septina Noviyanti, sebagai Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Jepara untuk periode 2025-2028, menandai babak baru dalam kepemimpinan organisasi jurnalis di daerah yang kaya sejarah maritim ini. Septi, tak hanya sekadar wartawan dengan pengalaman 15 tahun lebih menjadi jurnalis, ia juga akademisi yang tengah menempuh studi doktoral di Universitas Negeri Semarang (UNNES).
Amanah yang ia emban tidaklah ringan. Sebagai jurnalis yang ditempa pengkaderan dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Paradigma di IAIN Kudus, Septi membawa idealisme jurnalisme kritis yang kini diuji di tengah derasnya tantangan kewartawanan di pesisir Jepara.
Eksploitasi Pesisir dan Krisis Ekologi Jepara
Jepara bukan sekadar kabupaten dengan pesona ukiran dan wisata Karimunjawa. Pesisirnya menghadapi eksploitasi besar-besaran, baik dalam bentuk penambangan pasir laut, perusakan terumbu karang, hingga alih fungsi lahan pesisir yang sering kali berbenturan dengan kepentingan masyarakat lokal.
Di tengah kondisi ini, wartawan memiliki tugas berat dalam mengawal isu lingkungan. Pencemaran ekosistem perairan sebagaimana kasus tambak udang di Karimunjawa, abrasi yang mengancam perkampungan nelayan dari Kedung sampai Donorojo, hingga potensi ketimpangan dalam pemanfaatan sumber daya laut, menjadi agenda besar yang perlu dikawal secara kritis oleh PWI Jepara.
Tentu menjadi kebetulan bahwa nahkoda baru PWI adalah putri kelahiran Tedunan, Kecamatan Kedung, yang lebih dekat dengan isu-isu abrasi pesisir dan rusaknya mangrove maupun padang lamun di perairan lautnya.
Selain isu lingkungan, tantangan lain yang menunggu jajaran PWI adalah peran media dalam mengawal penyelesaian praktik koruptif di Jepara. Kredit fiktif yang menyeret bank milik Pemerintah Daerah menjadi salah satu contoh bagaimana media harus berani mengawal transparansi dan akuntabilitas keuangan publik.
Di sinilah pentingnya jurnalisme investigasi yang tidak hanya menyoroti kasus-kasus di permukaan, tetapi juga menggali lebih dalam hingga ke akar persoalan. PWI perlu memperkuat kapasitas wartawan dalam menyajikan liputan berbasis data, mendorong akses informasi publik, serta membangun jaringan dengan pegiat antikorupsi.
Dengan pemerintahan daerah yang baru beralih mulai Pebruari 2025 nanti, tugas jurnalis semakin krusial dalam mengawasi kebijakan-kebijakan yang diambil. Apakah program-program yang dijanjikan dalam kampanye akan benar-benar direalisasikan? Bagaimana transparansi dalam pengelolaan APBD? Apakah ada upaya-upaya kongkret dalam menangani krisis lingkungan dan ekonomi di Jepara?
Di bawah kepemimpinan Septi, PWI Jepara harus mampu menjadi wadah bagi jurnalis untuk menjaga independensi pers di tengah berbagai tekanan politik dan ekonomi. Media harus tetap menjadi kontrol sosial yang berpihak kepada kepentingan masyarakat.
Salah satu inovasi yang perlu digalakkan dalam kepemimpinan PWI ke depan adalah penguatan jurnalisme warga. Dalam konteks Jepara, di mana dana desa menjadi instrumen penting pembangunan, keterlibatan warga dalam mengawal anggaran desa sangatlah esensial.
Jurnalisme warga bisa menjadi garda terdepan dalam mendeteksi dugaan penyalahgunaan dana desa, memastikan program desa berjalan sesuai kebutuhan rakyat, serta membangun kesadaran transparansi di tingkat akar rumput.
PWI bisa berperan dalam memberikan pelatihan kepada masyarakat untuk memahami hak mereka atas informasi, cara membuat laporan berbasis fakta, serta bagaimana melibatkan media arus utama dalam menyuarakan isu-isu lokal.
Konsolidasi dan Advokasi Wartawan Jepara
Di tengah tantangan yang ada, PWI di bawah kepemimpinan Septi harus berperan dalam melindungi profesi wartawan. Banyak jurnalis daerah menghadapi intimidasi, baik dari aktor politik maupun korporasi yang merasa terganggu dengan pemberitaan kritis. Konsolidasi antarwartawan perlu diperkuat, termasuk advokasi bagi jurnalis yang menghadapi kriminalisasi akibat tugas jurnalistik mereka.
Lebih dari sekadar organisasi profesi, PWI Jepara harus menjadi rumah bagi wartawan dalam mengembangkan kualitas liputan, membangun solidaritas di tengah tekanan, serta memastikan bahwa pers tetap menjadi kekuatan keempat dalam demokrasi.
Kepemimpinan Septina Noviyanti di PWI Jepara bukan sekadar pencapaian individu, tetapi juga simbol harapan bagi jurnalisme pesisir yang lebih kuat dan berintegritas.
Tantangan besar menanti, dari eksploitasi lingkungan hingga praktik koruptif di daerah. Namun, dengan komitmen terhadap jurnalisme kritis dan independen, PWI dapat menjadi motor perubahan yang lebih baik bagi Jepara.
Saatnya pers di Jepara bangkit, mengawal demokrasi lokal dengan lebih tajam, berani, dan berpihak pada kebenaran.
Dr. Muh Khamdan, Doktor Studi Agama dan Perdamaian, serta mantan pemimpin redaksi dan pimpinan umum LPM Paradigma