Waisak di Blingoh: Jejak Spiritualitas Damai Lintas Iman

Foto Ilustrasi umat Budha beribadah saat hari Waisak
Foto Ilustrasi umat Budha beribadah saat hari Waisak

HALO JEPARA- Perayaan Hari Raya Waisak 2569 TB pada Sabtu malam, 10 Mei 2025 di Desa Blingoh, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara, menyuguhkan sesuatu yang bukan hanya spiritual, tetapi juga sosiologis dan politis dalam makna terdalamnya.

Di tengah perlintasan sejarah dan silang budaya Pantura Timur, harmoni keagamaan tumbuh dalam bentuk Kirab Pradaksina yang mengitari tiga dusun di Blingoh, yaitu Dukuh Simo, Dukuh Senggrong, dan Dukuh Pungkruk.

Tiga ruang itu menjadi saksi keheningan langkah dan nyala lentera jiwa umat Buddha yang merayakan puncak spiritualitas mereka dengan damai.

Kirab Pradaksina, bukan sekadar prosesi seremonial. Ia adalah simbol penghormatan terhadap alam semesta, leluhur, dan Buddha Gautama.

Tetapi di Blingoh, prosesi ini bertumbuh menjadi tanda dialog antariman yang konkret. Di tengah masyarakat yang majemuk, langkah para umat Buddha tidak berdiri sendiri.

Ada warga Muslim, Kristen, dan pemeluk agama lokal yang menyambut dengan hangat. Inilah wajah nyata dari “kebhinekaan dalam keheningan”.

Lebih dari sekadar perayaan keagamaan, momen ini menjadi landasan praktik teori peacebuilding (bina damai), bagaimana komunitas membangun perdamaian bukan lewat doktrin, tapi lewat tindakan nyata.

LIHAT JUGA :  Cara Ajukan Sanggah Pengumuman PPPK 2024 Tahap 2, Dibatasi Maksimal 21 Februari 2025

Kirab itu menjadi “perjumpaan spiritual” yang membuka ruang tafsir baru dalam relasi agama dan ruang publik desa. Di tengah tantangan intoleransi global, Blingoh justru menebarkan teladan harmoni.

Dalam teori sosiologi agama Emile Durkheim, agama berfungsi sebagai pemersatu moral kolektif. Perayaan Waisak di Blingoh menunjukkan bagaimana nilai-nilai luhur Buddha berupa cinta kasih, welas asih, dan keheningan, dapat bergandengan dengan etos gotong royong masyarakat lokal.

Masyarakat Blingoh, tanpa jargon teoretis, telah menghidupi agama sebagai sistem solidaritas sosial.

Lebih jauh, jika para biksu thudong dari Thailand menempuh ribuan kilometer dengan berjalan kaki menuju Borobudur, maka Blingoh layak merintis tradisi baru.

Sebuah ritual lintas jarak yang menapak dari Welahan sampai Donorojo, diakhiri di Vihara Giri Santi Loka, pusat spiritual umat Buddha di Jepara Utara. Ini bukan hanya perjalanan fisik, tapi spiritualitas yang membentangkan nilai perdamaian dan kesetaraan di setiap langkahnya.

Rute spiritual ini berpotensi menjadi magnet wisata religius baru di kawasan Pantura Timur. Berbeda dari wisata massal, rute ini menyasar pencarian makna, pencarian sunyi, dan kedamaian.

Di tengah masyarakat yang semakin lelah oleh hiruk pikuk digital, wisata religius seperti ini dapat menjadi “obat kolektif” yang membangun jiwa komunitas.

LIHAT JUGA :  Pendidikan 9.708 Anak Kurang Mampu di Jepara Dibantu, Disasar Progam Wajib Belajar 9 Tahun

Jepara, yang dikenal dengan ukiran dan jejak Kartini, kini bisa menorehkan identitas baru: simpul harmoni lintas iman. Komunitas moderasi beragama yang ada di Blingoh dan sekitarnya dapat berperan sebagai agen transformasi sosial, memadukan nilai keagamaan dengan semangat kewargaan yang inklusif.

Pemerintah daerah bersama komunitas bisa mengembangkan Blingoh sebagai Desa Damai Nusantara. Model ini tak hanya menonjolkan eksotisme agama, tetapi justru memperlihatkan kedalaman nilai-nilai lokal yang berpadu dengan spiritualitas global.

Di sini, Waisak bukan sekadar ritus umat Buddha, tapi juga perayaan perdamaian seluruh masyarakat. Potensi ini harus dirawat dengan pendekatan partisipatoris.

Tokoh agama, pemuda desa, perempuan lintas agama, dan pelaku wisata lokal harus menjadi subjek utama. Pendekatan bottom-up ini selaras dengan teori grassroots peacebuilding, bahwa perdamaian yang tumbuh dari bawah, bukan ditentukan dari atas.

Momentum Waisak 2025 di Blingoh bisa menjadi turning point bagi Jepara dan Pantura Timur. Kabupaten seperti Kudus, Pati, dan Rembang punya tradisi kuat dalam keberagaman.

Mengintegrasikan tradisi ini dalam jaringan spiritual dan budaya akan menciptakan efek domino toleransi di wilayah ini, bahkan nasional.

LIHAT JUGA :  Jadwal Bioskop Jepara Rabu 29 Januari 2025, Setelah Pengantin Setan, Kini Tayang Perdana Pengantin Iblis, Tayang Siang dan Sore Hari Ini

Kunci keberhasilan destinasi wisata religius bukan hanya pada infrastruktur, tetapi pada ekosistem sosial yang ramah, terbuka, dan mendukung keberagaman.

Pemerintah pusat dapat mengambil contoh Blingoh sebagai model laboratorium harmoni, tempat teori moderasi beragama direalisasikan dalam praktik sosial.

Tak berlebihan jika dikatakan, Blingoh telah membuktikan bahwa perayaan Waisak bukan hanya peristiwa keagamaan, tetapi juga momentum pembangunan perdamaian. Sebuah perayaan lintas sekat, yang mengubah desa menjadi ruang kontemplatif bagi siapa saja yang merindukan ketenangan.

Dalam dunia yang diliputi polarisasi, kirab Waisak di Blingoh adalah nyala lentera yang menunjukkan bahwa damai bisa dirayakan, harmoni bisa dirancang, dan spiritualitas bisa dijalani tanpa mencederai keberagaman.

Ini bukan utopia, tapi kenyataan yang sudah berlangsung. Maka dari itu, sudah waktunya Blingoh tidak hanya dikenal di lingkup lokal. Ia harus diangkat sebagai ikon nasional, wajah desa religius yang toleran, damai, dan penuh makna.

Karena dari Blingoh, kita belajar bahwa ketika agama dirayakan dengan cinta, maka kedamaian menjadi nyata.

Dr. Muh Khamdan, Doktor Studi Perdamaian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; LTN NU MWCNU Nalumsari Jepara