HALO JATENG — Kesadaran bela negara tak hanya milik seragam loreng dan senapan laras panjang. Di tangan para administrator pemerintahan, bela negara menjelma menjadi kepemimpinan transformasional yang berpijak pada nilai Pancasila.
Hal itulah yang ditekankan oleh Dr. Muh Khamdan, Widyaiswara Badiklat Hukum Jawa Tengah, dalam Pelatihan Kepemimpinan Administrator (PKA) Angkatan 75 di lingkungan Kementerian Hukum, Selasa siang (1/7), yang digelar secara daring.
Bertempat di ruang Widyaiswara Badiklat Hukum di Semarang, Khamdan menyampaikan bahwa bela negara bukan sekadar jargon seremonial, tetapi menjadi fondasi kepemimpinan yang berintegritas dan berdaya tahan.
“Pimpinan yang sadar bela negara akan menempatkan kepentingan bangsa di atas segalanya, termasuk dalam proses administrasi dan pelayanan publik,” tegasnya kepada 40 peserta pelatihan dari berbagai unit eselon I Kementerian Hukum serta delegasi dari Aceh, Yogyakarta, Bangka Belitung, Jawa Tengah, dan Riau.
Momentum pelatihan yang bertepatan dengan Hari Bhayangkara ke-78 memperkuat relevansi pesan tersebut. Khamdan menyitir sejarah Hari Bela Negara yang berakar dari perjuangan mempertahankan eksistensi Republik Indonesia lewat perpindahan ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta dan berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi tahun 1948.
“Semangat mempertahankan kedaulatan bangsa melalui pemerintahan darurat adalah cermin nyata kepemimpinan yang didorong oleh jiwa bela negara. Itulah yang harus diinternalisasi oleh para administrator hari ini,” ujar Khamdan, sembari menampilkan ilustrasi digital alur peristiwa sejarah tersebut.
Dengan merujuk pada Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 8 Tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan Kesadaran Bela Negara, Khamdan menjelaskan bahwa pembudayaan nilai bela negara dapat dilakukan melalui tiga jalur, yaitu pendidikan, ekosistem masyarakat, dan lingkungan pekerjaan.
“PKA ini merupakan platform strategis dalam jalur pendidikan dan pekerjaan sekaligus,” ungkapnya.
Lebih jauh, ia menekankan perlunya menciptakan ekosistem Pancasila dalam lingkup kerja kementerian. “Pancasila jangan hanya berhenti di teks protokoler atau materi diklat. Ia harus menjadi budaya kerja, nilai etik, dan sekaligus strategi kepemimpinan,” kata Khamdan.
Seluruh peserta sepakat untuk menyusun deklarasi bersama tentang komitmen pembudayaan Pancasila sebagai pilar kepemimpinan transformasional.
Pelatihan daring yang berlangsung interaktif tersebut juga dilengkapi dengan forum diskusi reflektif dan studi kasus. Salah satu peserta dari Kantor Wilayah Kemenkum Riau, Yuliana Manulang, menyoroti pentingnya menurunkan nilai bela negara hingga ke pelayanan publik masyarakat langsung.
“Bela negara harus terasa di ruang tunggu pelayanan publik,” ujar peserta tersebut.
Menariknya, sebelum sesi bela negara dimulai, Dr. Khamdan juga menjadi narasumber dalam pelatihan public speaking yang digelar di pagi hari. Kegiatan ini terselenggara atas kerja sama antara Badiklat Hukum dan Analisa Personality Development Center (APDC) Yogyakarta, dengan fokus penguatan nilai-nilai Pancasila dalam komunikasi publik para pejabat struktural.
“Komunikasi seorang pemimpin adalah ekspresi nilai. Bila komunikasinya Pancasilais, maka ia telah membela negara lewat tutur kata,” ucap Khamdan dalam sesi itu.
Peserta diberi pelatihan teknik vokal, postur komunikasi, hingga bagaimana menyampaikan pesan kebangsaan secara persuasif.
Konsep corporate university yang dikembangkan di Badiklat Hukum menjadi fondasi pengemasan pelatihan ini. Menurut Khamdan, corporate university tidak hanya mengandalkan pelatihan teknis semata, tetapi juga pembentukan karakter dan nilai yang kuat bagi para calon pemimpin birokrasi.
Pelatihan PKA Angkatan 75 ini dirancang menjadi ruang inkubasi bagi tumbuhnya pemimpin berkarakter, yang tidak hanya cakap secara administratif, tetapi juga memiliki kesadaran bela negara dan sensitivitas sosial.
“Kalau hanya mengurus data dan sistem, robot pun bisa. Tapi memimpin dengan nilai, itu hanya bisa dilakukan manusia yang tercerahkan,” tambahnya.
Kegiatan ini merupakan rangkaian dari pendekatan pengembangan kompetensi ASN berbasis integritas, nasionalisme, dan reformasi birokrasi.
“Kita tidak mencetak administrator yang hanya patuh pada sistem, tetapi pemimpin yang membangun sistem dengan nilai-nilai kebangsaan,” pungkas Khamdan.
Dari Semarang ke seluruh penjuru Indonesia, semangat bela negara dalam wujud kepemimpinan administratif terus diteguhkan. Di balik layar daring, semangat itu tampak nyata bukan dalam sorak-sorai parade militer, melainkan dalam tekad membentuk ekosistem Pancasila yang hidup di ruang kerja pemerintahan. (*)












