Menjaga Harmoni, Menanam Moderasi: Badiklat Hukum Jateng Ikuti Pelatihan Literasi Keagamaan Lintas Budaya

Menjaga Harmoni, Menanam Moderasi: Badiklat Hukum Jateng Ikuti Pelatihan Literasi Keagamaan Lintas Budaya
Menjaga Harmoni, Menanam Moderasi: Badiklat Hukum Jateng Ikuti Pelatihan Literasi Keagamaan Lintas Budaya

HALO JATENG- Balai Diklat Hukum Jateng mengikuti pelatihan literasi keagamaan yang digelar Selasa (17/6/2025). Melalui layar Zoom, lebih dari 200 aparatur sipil negara (ASN) dari berbagai level, baik dari pelaksana, pengawas, hingga pejabat fungsional, mengikuti pelatihan sosial kultural bertema “Literasi Keagamaan Lintas Budaya”.

Kegiatan ini terselenggara berkat kolaborasi strategis antara Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Hukum dengan Institute Leimena, sebuah lembaga yang dikenal konsisten mengarusutamakan moderasi beragama dalam lingkungan publik.

Muh Khamdan, Widyaiswara Badiklat Hukum Jawa Tengah, menjadi salah satu peserta yang terlibat dalam pelatihan tersebut. Ia menyebut pelatihan ini bukan sekadar pengayaan ilmu, melainkan juga proses penyadaran kolektif untuk memperkuat nilai-nilai Pancasila di lingkungan kerja.

“Pancasila bukan hanya ideologi negara, tetapi juga napas organisasi. Tanpa semangat inklusif dan toleran, kita akan mudah terjebak dalam sekat-sekat sempit,” ujar Khamdan.

“Pancasila hidup bukan di buku teks, tapi dalam setiap percakapan, keputusan, dan cara kita memperlakukan sesama,” kata Muh Khamdan sebagai bentuk reflektif.

LIHAT JUGA :  ASN Kemenag Jepara dan 16 Daerah Disasar Moderasi Beragama, Widyaiswara Badiklat Hukum: Ini Prinsip Hidup

Senada dengan itu, Rinto Gunawan, Kepala Balai Diklat Hukum Jateng, menekankan pentingnya membumikan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan birokrasi.

“ASN harus menjadi garda depan dalam menjaga kohesi sosial. Pelatihan ini menyentuh akar persoalan yang sering tak kasatmata, yaitu prasangka, stereotip, dan miskomunikasi antaragama,” ungkapnya.

Ia menilai, literasi keagamaan bukan semata pengetahuan, tapi kompetensi strategis di tengah keberagaman Indonesia.

Kegiatan pelatihan siang itu diawali dengan paparan Dr. Alwi Shihab, tokoh nasional yang dikenal lintas iman dan pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri RI.

Dalam paparannya, Alwi menyampaikan pentingnya “kompetensi pribadi dalam memahami keagamaan orang lain”. Menurutnya, masyarakat Indonesia yang pluralistik memerlukan ASN yang tidak hanya cakap secara teknis, tetapi juga matang secara kultural dan spiritual.

Materi selanjutnya disampaikan oleh Prof. Inayah Rohmaniyah, akademisi dari UIN Sunan Kalijaga, yang membahas urgensi pendekatan multidisiplin dalam memahami dinamika keberagamaan.

LIHAT JUGA :  KRONOLOGI Kecelakaan Mobil TVOne di Tol Pemalang, Sempat Salat Subuh di Rest Area, Hendak Investigasi ke Gresik

“Kekerasan atas nama agama acapkali lahir dari kebuntuan dialog. Oleh karena itu, ASN harus dibekali dengan lensa multidisiplin, baik teologi, sosiologi, psikologi, bahkan antropologi, agar tidak menjadi bagian dari reproduksi intoleransi,” tegas Inayah.

Salah satu pendekatan unik dalam pelatihan ini adalah adanya pendampingan khusus berbasis komunitas. Peserta yang berasal dari latar belakang Kristen, misalnya, mendapatkan penguatan nilai-nilai toleransi melalui sesi reflektif bersama Pdt. Ferry Mamahit.

Dalam suasana interaktif dan penuh empati, peserta diajak merenungkan tantangan serta potensi keberagaman di tempat kerja tanpa kehilangan identitas iman.

Pelatihan daring yang berlangsung selama lebih empat jam dan berlangsung dari 16-19 Juni 2025 ini, menjadi ruang pembelajaran yang hidup. Diskusi-diskusi di ruang chat dan forum tanya jawab menunjukkan antusiasme peserta.

Banyak dari mereka mengungkapkan pengalaman pribadi dalam menghadapi keberagaman di lingkungan kerja, mulai dari perbedaan ibadah, praktik budaya keagamaan, hingga tantangan dalam mengambil keputusan yang adil bagi semua.

LIHAT JUGA :  Dukung Asta Cita Pertama Pemerintahan Prabowo, Badiklat Hukum Jateng Perkuat Ideologi Negara di Ruang Birokrasi

Bagi Kementerian Hukum, kegiatan ini bukan sekadar rutinitas pelatihan. Kepala BPSDM menyatakan bahwa pelatihan ini merupakan bagian dari strategi nasional penguatan moderasi beragama di lingkungan pemerintahan.

“Kita ingin mewujudkan ekosistem birokrasi yang tidak sekadar profesional, tapi juga penuh welas asih dan menjunjung martabat kemanusiaan berdasarkan Pancasila,” ujarnya.

Dalam suasana yang penuh semangat itu, pelatihan ini meninggalkan pesan kuat, bahwa menjaga harmoni tidak cukup dengan slogan, tetapi perlu langkah-langkah konkret.

Pelatihan yang semula berlangsung daring ini justru memperkuat koneksi batin para ASN lintas daerah dan latar agama. Melalui ruang digital, semangat moderasi beragama tak sekadar dibahas, tapi dipraktikkan—langkah kecil yang mengarah pada lompatan besar dalam membangun Indonesia yang rukun dan berkeadaban. (*)